Jumat, 16 Januari 2009

PERMASALAHAN DALAM BERBAHASA

PERMASALAHAN DALAM BERBAHASA

Aditya Wisnu Pratama

Abstrak

Kesalahan alam berbahasa sebenarnya secara tidak langsung disebabkan

oleh masyarakat itu sendiri. Masyarakat sering menciptakan bahasa sendiri

dalam percakapan sehari – hari. Hal ini mengakibatkan terjadinya pergeseran

nilai bahasa di dalam masyarakat dan pergeseran tersebut mengakibatkan

kerancuan dalam berbahasa. Singkatnya, bahasa Indonesia pada saat ini telah

mengalami sedikit pergeseran dari sebelumnya.

Pembelajaran bahasa Indonesia di segala jenjang merupakan salah satu

cara yang bias ditempuh untuk dapat memahami bahasa Indonesia dengan

baik. Apabila hal ini bisa diterapkan, permasalahan yang sering timbul dalam

berbahasa seperti ambiguitas, kalimat rancu, kalimat tak selesai, dan peng-

gunaan kalimat yang tidak tepat dapat diminimalisasi. Namun, sekarang dunia

bahasa berkembang dengan sangat pesat sehingga mau tidak mau hita harus

bisa mengimbangi perubahan yang terjadi tersebut, namunkita harus tetap

menjunjung nilai bahasa Indonesia yang baik dan benar agar bahasa kita tetap

terpelihara.

Kata kunci: pergeseran, ambiguitas, pembelajaran

A . Pendahuluan

Sejak dahulu bahasa Indonesia yang digunakan oleh masyarakat masih terdapat banyak kesalahan ejaan, susunan, dan pengucapan. Padahal bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang sering kita ginakan di dalam kehidupan sehari – hari. Seharusnya kita sebagai orang Indonesia mampu menguasai bahasa Indinesia dengan baik dan benar. Ada beberapa faktor yang membuat masyarakat agak sulit dalam menggunakan dan menerapkan bahasa Indonesia yang baik dan benar, antara lain:

1. Masyarakat malas mempelajari tata bahasa Indonesia yang baik dan benar.

2. Penggunaan bahasa Indonesia yang sering dicampur dengan bahasa daerah.

3. Adanya bahasa anak muda yang berkembang di masyarakat sehingga menggeser kaidah bahasa yang sudah ada.

Namun, kita juga tidak bias menimpakan kesalahan sepenuhnya kepada masyarakat,

karena bahasa memang mudah mengalami perkembangan dan hal tersebut terjadi secara cepat. Namun, setidaknya sekarang masih banyak orang yang tetap menjunjung tinggi nilai – nilai bahasa Indonesia yang baik dan benar.

B.Hubungan antara Bahasa dan Masyarakat

Bukan hal yang baru lagi jika kita katakana bahwa bahasa dan masyarakat merupakan dua unsur yang tidak bias dipisahkan. Tidak mungkin ada masyarakat tanpa bahasa, dan tidak mungkin pula ada bahasa tanpa masyarakat. Bahasa adalah alat penghubung dan alat komunikasi anggota masyarakat yaitu individu – individu tadi sebagai manusia yang berpikir, merasa, dan berkeinginan. Makin rendah peradaban suatu maeyarakat, makin sederhana bahasanya karena anggota – anggota masyarakat itu hanya membutuhkan simbol – simbol sederhana untuk menyatakan keinginan, kemauan, perasaan, serta pikiranya.

Dalam masyarakat yang sudah maju, makin bertanbah banyak fungsi bahasa itu. Masyarakat maju dan modern membutuhkan bahasa yang mampu digunakan dalam semua keperluan. Karena itu, bahasa harus kaya, bukan saja dalam pemilikan kosakatanya, melainkan juga dalam penggunaan bahasa yang lebih luas. Bahasa membutuhkan istilah dan struktur yang luwes sehingga dapat menampung berbagai macam pengungkapan pikiran yang tinggi dan rumit. Fungsi bahasa yang seperti itu tidak dapat diemban oleh bahasa yang miskin, yang tidak berkemampuan untuk mengungkapkan segala hal yang rumit – rumit itu. Untuk menggambarkan keanekawarnaan yang mencerminkan keanekawarnaan masyarakat itu dapat dilihat dari tutur sapanya. Semua bahasa memiliki apa yang disebut tutur sapa, yakni sistem yang mempertautkan seperangkat kata – kata atau ungkapan yang dipakai untuk menyebut dan memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa. Bahasa kita memiliki beraneka warna tutur sapa, yang diprngaruhi adanya dialek regional, dialek sosial, variasi situasi, sifat hubungan di antara pelaku dan multilingialisme yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah melakukan standardisasi bahasa. Standardisasi bahasa dapat diartikan sebagai pemilihan salah satu variasi bahasa untuk tujuan – tujuan tertentu. Standardisasi

dapat dilakukan segara terencana, dapat pula dilakukan secara spontan. Standardisasi istilah dan ejaan harus sewaktu – waktu diadakan karena ilmu dan bahasa terus – menerus tumbuh. Akan tetapi, sekali pilihan variasi atau standardisasi itu ditetapkan, pelaksanaan standardisasi tidak lagi bersifat objektif tetapi subjektif dan normatif.

Akibat langsung standardisasi ialah penentuan norma – norma bahasa. Norma – norma bahasa itu dapat ditentukan, walaupun belum kita peroleh deskripsi bahasa yang lengkap. Penelaahan bahasa Indonesia pada akhir – akhir ini menghadapi bahaya preskriptivisme. Bersumber pada apakah preskriptivisme dalam bahasa kita dewasa ini? Biasanya dianggap benar, betul, dan baik adalah yang sesuai dengan kaidah – kaidah bahasa Melayu. Bahwasanya norma ini harus ditolak, sudah jelas, karena bahasa Indonesia sudah tidak sama lasgi dengan bahasa Melayu. Bahasa tumbuh terus – menerus dan perubahan tersebut tidak dapat dicegah. Apa yang kita pakai sekarang banyak yang tidak pernah didengar orang pada tahun 1928 dan mungkin tidak pernah dipakai lagi pada tahun – tahun mendatang, itulah sebabnya standardisasi harus dilakukan dari waktu ke waktu. Salah satu bentuk preskriptivisme tampak pula dalam anggapan – anggapan gramatika-sentris, yakni hasrat untuk menumpahkan segala persoalan bahasa pada gramatika atau tata bahasa. Standardisasi diperlukan bukan intuk melayani preskriptivisme, melainkan untuk dijadikan bahan tata bahasa preskriptif yang digunakan untuk pengajaran. Pengetahuan tentang hubungan bahasa dan struktur sosial sangat membantu memahami kodrat bahasa secara lebih mendalam dan lebih cermat.

C. Persoalan yang dihadapi bahasa Indonesia

Pada tahun – tahun yang lampau bahasa nasional kita telah membuktikan kemampuannya sebagai medium untuk menyampaikan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan tanpa kesukaran telah mampu menjadi bahasa pengajaran. Akan tetapi dengan makin mendalamnya pengkajian kita dalam sesuatu ilmu makin terasa adanya kekurangan – kekurangan dalam bahasa kita karena tiadanya ungkapan – ungkapan untuk menyatakan konsep yang teliti dan halus. Namun, masalah yang utama adalah bagaimana konsep – konsep yang diperoleh dari penyelidikan itu harus diungkapkan dan bagaimana ungkapan itu harus dirangkaikan dalam bahasa Indonesia. Namun ternyata masih banyak

kesalahan dan persoalan dalam berbahasa. Kesalahan biasanya berkisar pada keterampilan berbahasa dan kesalahan dalam kebahasaan. Persoalan kebahasaan yang dihadapi di Indonesia adalah adanya pengaruh bahasa daerah. Pengaruh itu ada yang dipengaruhi oleh tata bentuk kata, tata bunyi dan ada pula yang berhubungan dengan tata kalimat. Kita tahu bahwa bahasa digunakan dalam komunikasi lisan oleh masyarakat setiap hari. Bahasa yang digunakan itu berwujud kata, kalimat, dan makna yang mendukungnya. Kesalahan yang dibuat orang dalam berbahasa biasanya bersifat sistematis, yaitu kesalahan yang berhubungan dengan kompetensi. Kompetensi yang dimaksud adalah kemampuan pembaca atau penulis dalam melahirkan pikiran dan pembahasanya melalui bahasa sesuai kaidah bahasa yang berlaku.

Tak ada bahasa yang seratus persen sanggup mengungkapkan generalisasi dan tidak ada yang seratus persen mampu mengungkapkan spesifikasi, biasanya kesanggupan bahasa ada di antara kedua kutub itu. Dalam lapangan – lapangan tertentu bahasa Indonesia memperlihatkan kecondongan spesifikasi daripada bahasa Inggris. Akan tetapi dalam lapangan lain bahasa Indonesia memperlihatkan kecenderungan generalisasi. Sampai seberapa jauh bahasa Indonesia memperlihatkan kelingahan bergerak dari kutub generalisasi ke kutub spesifikasi masih harus kita lihat pwrkembangannya. Ada orang yang mengatakan bahwa dewasa ini tampak gejala aanya “pemfeodalan” bahasa dalam bahasa Indonesia.[1] Kecenderungan ini tampak dalam pemakaian bahasa sehari – hari. Kata – kata biasa diganti dengan kata lain yang dianggap lebih halus dan bersifat lebih menghormat. Rupanya kebiasaan ini “menular” ke dalam bahasa Indonesia. Itu sebabnya, dikatakan ada usaha memfeodalkan bahasa Indonesia karena kebiasaan di atas adalah kebiasaan dalam masyarakat feodal. Dalam bahasa Indonesia kita tidak perlu membawa kebiasaan atau perasaan kita dalam berbahasa daerah sehingga kata – kata bahasa Indonesia kita ganti dengan kata lain yang dirasa lebih halus atau lebih hormat karena bahasa Indonesia adalah bahasa yang bersihat demokratis. Selain masalah di atas masalah lain yang muncul dalam berbahasa adalah nalar. Nalar menentukan apakah kalimat yang kita tuturkan adalah kalimat yang logis atau tidak. Dalam tutur sehari – hari tidak harang kita dengar kalimat yang dituturkan orang dapat dipahami, padahal jika diteliti benar akan tampak bahwa kata – kata yang digunakan dalam kalimat itu tidak menunjukkan

hubungan makna yang logis. Salah nalar dapat juga terjadi karena orang tidak mengerti benar makna kata yang digunakannya dank arena itu dia salah menggunakannya. Logis atau tidak logis tuturan kita tergantung pada nalar yang tepat. Permasalahan yang lain adalah penggunaan idiom. Karena idiom itu bahasa yang teradatkan, walaupun kadang – kadang idiom itu terasa aneh, orang tidak merasakan lagi kejanggalannya atau keanehannya. Misalnya, orang Indonesia mengartikan naik dan itu mujur, apa hubungan arti kedua kata itu dengan mujur? Capatkah orang manaiki daun? Karena hubungan makna idiom dengan kata pembentuknya sering tidak lagi jelas atau makna itu bukanlah makna sebenarnya dari kata itu, idiom tidak dapat dialihbahasakan secara harfiah ke dalam bahasa lain.

Akhir – akhir ini ada kebiasaan orang untuk menghilangkan kata tertentu dalam idiom bahasa Indonesia. Pemakai bahasa sering terlalu sembrono dalam menggunakan bahasa. Tidak ada tanggung jawab akan kemantapan dan kebakuan bahasa. Orang senang menambah atau mengurangi kata sekehendak hatinya atau mengubah bentuk ungkapan sehingga menjadi lain dari yang seharusnya, lalu timbul salah kaprah. Penghilangan sewenang – wenamg itu disebabkan oleh kekurangcermatan berbahasa, ketidaktahuan, kemalasan, dan ketiadaan akan rasa cinta bahasa yang baik dan bahasa nasional yang masih harus terus dibina dan dipelihara. Karena banyak penyimpangan dari aruran yang berlaku, banyak sekali yang harus dihafalkan saja. Selain idiom ada pula kalimat kontaminasi. Kalimat kontaminasi sudah sering dibicarakan dalam buku tata bahasa, namun terus saja muncul dalam penggunaan bahasa. Kalimat kontaminasi atau yang disebut kalimat rangu ialah kalimat yang kacau susunannya, namun kekagauan susunan kata dalam kalimat itu sifatnya khas. Pada umumnya kalimat itu terdiri dari dua kalimat yang tidak cocok hubungannya. Bila berbigara mangenai kalimat memang banyak sekali terjadi kesalahan penulisan. Selain kalimat kontaminasi, ada juga kalimat yang tidak selesai. Dalam tulisan sering kita melihat orang memberi titik pada sebuah kalimat, padahal kalimat yang diberi titik itu belum selesai. Ada lagi yang lebih hebat, kalimat lanjutan yang belum selesai itu tidak dituliskan langsung di belakang kalimat yang tidak selesai tadi, tetapi dituliskan sebagai kalimat yang memulai paragraf baru. Permasalahan dalam berbahasa tidak hanya menyangkut permasalahan yang kompleks, tetapi juga hal

yang sederhana seperti pewnggunaan kata daripada. Kekerapan pemakaian kata daripada dalam bahasa Indonesia dewasa ini sangat tinggi. Kata ini mempunyai fungsi tertentu sebagai perangkat kata, frasa atau klausa. Karena itu setiap unsur bahasa dapat dihubungkan dengan kata daripada.

Pada umumnya kita anggap benar bila kata daripada digunakan untuk menyatakan perbandingan. Pemakaian kata daripada yang tidak ada dasar aturannya yang berlebihan dewasa ini dianggap sebagai suatu “penyakit” bahasa yang sukar disembuhkan[2]. Dari pejabat tinggi sampai kaum menengah kata daripada seperti diobral saja pemekaiannya. Mungkin ada kebanggaan pada pemakainya menggunakan kata itu karena dengan emikian dia menyamakan dirinya dengan pejabat tinggi yang biasanya senang menggunakan kata daripada itu. Jadi, hati – hatilah menggunakan kaya daripada yang tidak tepat.

Hal lain yang menjadi masalah dalam berbahasa adalah ambiguitas. Anbiguitas adalah kalimat yang menimbulkan makna ganda. Ambiguitas diharamkan dalam logika. Ada dua magma ambiguitas, yaitu ambiguitas leksikal dan ambiguitas structural. Untuk bahasa diluar ilmu pengetahuan kemenduaan tidak dapat dihindari bahkan dimanfaatkan, misalnya dalam kesusasteraan, diplomasi, teka – teki, dan lelucon. Dari segi linguistik teoretis, soal kemenduaan harus dianggap sebagai “pseudo problem”. Secara transformasional-generatif tak mingkin kita menghadapi kemenduaan kalau kita dapat menghubungkan:”surface structure” dan “deep strugture” secara tagmemik kemenduaan tidak menjadi soal kalau kita mengakui adanya satuan – satuan linguistik yang lebh tinggi daripada kalimat dan mengenal tagmen – tagmennya. Namun kadang – kadang untuk mencapai perumusan yang tepat kita harus mempergunakan ungkapan – ungkapan yang kadang – kadang belum jelas bagi kita.

D. KESIMPULAN

Bahasa Indonesia sebenarnya tidak terlalu sulit untuk dipahami, karena bahasa tersebut kita pergunakan dalam kehidupan sehari – hari. Seharusnya kita dapat dengan mudah mengasai bahasa Indonesia. Melemahnya kemampuan berbahasa masyarakat pada

dewasa ini disebabkan oleh beberapa factor, antara lain masyarakat malas belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar, pengaruh dari dialek daerah, pengaruh dari bahasa Melayu, pengaruh pergaulan, dan pengaruh bahasa barat. Faktor – faktor tersebut segara tidak langsung membuat bahasa Indonesia mengalami sedikit perubahan sehingga bahasa yang kita gunakan agak menyimpang dari norma dan nilai bahasa yang sebenarnya. Apabila hal tersebutdibiarkan berlarut – lartut bahasa Indonesia akan kehilangan identitasnya.

Ada cara yang bias ditempuh untuk membuat masyarakat kembali bisa memahamo bahasa Indonesia yang baik dan benar, yaitu dengan mengajarkan bahasa Indonesia di berbagai jenjang pendidikan dan umur. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi kesalahan – kesalahan yang sering terjadi dalam berbahasa seperti ambiguitas dan kalimat rancu. Singkatnya, apabila masyarakat memang betul – betul serius dalam mempelajari bahasa Indonesia, mereka akan dapat menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai kaidah yang berlaku sehingga bahasa Indonesia tidak kehilangan jati dirinya.

Daftar pustaka

Badudu, J.S. 1989. Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar III.Jakarta:Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti.1985.Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa.Flores:Nusa Indah.

Massofa.2008.Permasalahan dalam Analisis Kesalahan Berbahasa dan Analisis Kontrastif.Jakarta:Wordpress.



[1] Massofa,Permasalahan dalam Analisis Kesalahan Berbahasa tahun 2008

[2] J.S. Badudu,Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III,Tahun 1989